Belajar Lapang Dada dalam Perbedaan
Belajar Toleransi dari Imam Syafi’i saat Ziarahi Makam Abu Hanifah
Perkembangan dunia fiqih tak bisa dilepaskan dari Abu Hanifah atau yang bernama lengkap Nu’man bin Tsabit. Ia bisa dikatakan sebagai perintis ilmu fiqih yang madzhabnya diikuti jutaan umat Islam hingga kini. Ulama yang juga kerap disapa Imam Hanafi ini menginspirasi banyak ulama sesudahnya, tak terkecuali Muhammad bin Idris atau Imam Syafi’i yang juga amat berpengaruh dalam tradisi keilmuan hukum Islam sampai sekarang.
Keduanya, Imam Hanafi dan Imam Syafi’i, adalah ulama fiqih generasi awal. Meski alim di bidang yang sama, gagasan kedua ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ini tak selalu sejalan. Perbedaan pendapat terjadi dalam banyak hal furu’ (cabang), seperti qunut, rukun shalat, wudhu, dan sejenisnya. Ajaran masing-masing pun di kemudian hari menjadi madzhab tersendiri: produk pemikiran Abu Hanifah disebut madzhab hanafi sementara produk pemikiran Imam Syafi’i disebut madzhab syafi’i.
Imam Hanafi wafat lebih dulu daripada Imam Syafi’I dan saat itulah cerita mengesankan tentang kebesaran pribadi ulama dimulai. Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam karyanya, kitab at-Tibyân, mengisahkan, suatu kali Imam Syafi’i berziarah ke kuburan Abu Hanifah. Tak seperti peziarah pada umumnya, Imam Syafi’i rela menginap di area makam hingga tujuh hari.
Selama tinggal di area makam tersebut, Imam Syafi’i tak henti-hentinya membaca Al-Qur’an. Tiap kali khatam, ia selalu menghadiahkan pahala membaca Al-Qur’an itu kepada Imam Abu Hanifah. Yang unik tentu saja adalah tata cara shalat Imam Syafi’i yang lain dari biasanya. Pengarang kitab induk usul fiqh ar-Risâlah ini tak membaca qunut tiap sembahnyang shubuh selama mukim di qubbah makam Abu Hanifah. Padahal dalam madzhab syafi’i, qunut hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa/tertinggal disunatkan sujud sahwi). Hal ini didasarkan pada hadits “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan qunut shubuh sampai beliau berpisah dari dunia (wafat)” (HR. Ahmad dan Abd Raziq). Mengapa?
Jawab Imam Syafi’i:
لأن الإمام أبا حنيفة لا يقول بندب القنوت في صلاة الصبح، فتركته تأدبا معه
“Karena Imam Abu Hanifah menolak kesunahan membaca qunut dalam shalat subuh. Saya tak membaca qunut sebagai bentuk penghormatan terhadap beliau.”
Menurut Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, kenyataan tersebut menunjukkan keluhuran budi para ulama salaf dalam menyikapi perbedaan (ikhtilâf). Kenyataan serupa juga terjadi pada generasi sahabat Nabi, perbedaan pemikiran tak menjadikan mereka saling mencaci dan saling bermusuhan. (Mahbib)
http://www.nu.or.id/post/read/73502/belajar-toleransi-dari-imam-syafii-saat-ziarahi-makam-abu-hanifah
0 Response to "Belajar Lapang Dada dalam Perbedaan"
Post a Comment